Yakin Tidur Sempurna = Tidur Sehat ??
- Vishal Chander Dasani
- Sep 25, 2024
- 5 min read
Kita semua tahu betapa pentingnya tidur untuk kesehatan fisik dan mental. Namun, dalam beberapa kasus, upaya untuk mendapatkan "tidur sempurna" dapat berubah menjadi obsesi yang justru merusak kualitas tidur itu sendiri. Fenomena ini dikenal sebagai "orthosomnia," yakni gangguan tidur yang terjadi ketika seseorang terobsesi untuk mendapatkan tidur yang sempurna berdasarkan data dari pelacak tidur atau aplikasi, yang akhirnya malah menyebabkan stres dan kualitas tidur yang buruk.
Apa Itu Orthosomnia?
Orthosomnia adalah kondisi di mana seseorang mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh kecemasan berlebihan untuk mencapai pola tidur yang dianggap sempurna. Fenomena ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 2017 melalui sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Clinical Sleep Medicine. Menurut studi tersebut, individu dengan orthosomnia sering merasa cemas terhadap kualitas tidur mereka, terutama jika mereka menggunakan teknologi pelacak tidur yang memberikan data yang kurang akurat atau berlebihan dalam mengevaluasi pola tidur mereka.
Ketika seseorang terlalu fokus pada angka dan data dari pelacak tidur, mereka mungkin mulai merasa bahwa mereka belum tidur cukup nyenyak, bahkan jika sebenarnya mereka tidur dengan cukup baik. Rasa khawatir ini kemudian memicu lingkaran setan: semakin kuat keinginan untuk mencapai tidur sempurna, semakin sulit bagi mereka untuk tidur dengan tenang.
Mengapa mengejar tidur yang sempurna bisa menjadi kontraproduktif?
1. Obsesi Berlebihan Meningkatkan Stres dan Kecemasan
Ketika seseorang terlalu fokus untuk mendapatkan tidur yang sempurna, mereka sering kali mengalami peningkatan kecemasan seputar tidur. Kecemasan ini, yang dikenal sebagai sleep anxiety, dapat berdampak langsung pada kemampuan seseorang untuk tertidur. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Behavioral Sleep Medicine menunjukkan bahwa kecemasan yang berhubungan dengan tidur sering kali membuat seseorang menjadi lebih waspada, yang kemudian memicu aktivasi sistem saraf simpatik — bagian dari sistem saraf yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak, bukan untuk relaksasi. Ketika sistem ini aktif, tubuh lebih siap untuk "fight or flight" daripada tidur nyenyak (Cox & Olatunji, 2020).
2. Efek Placebo Negatif pada Tidur
Fenomena yang dikenal sebagai placebo negatif juga berperan di sini. Saat seseorang percaya bahwa mereka tidak mendapatkan tidur yang cukup atau tidur mereka tidak "sempurna," mereka mulai merasakan gejala kelelahan dan penurunan kinerja kognitif, meskipun dalam kenyataannya kualitas tidur mereka sebenarnya tidak seburuk yang mereka pikirkan. Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, para peneliti menemukan bahwa peserta yang diberitahu bahwa mereka mendapatkan tidur yang buruk memiliki performa kognitif yang lebih rendah, terlepas dari kualitas tidur mereka yang sebenarnya (Draganich & Erdal, 2014). Dengan kata lain, keyakinan bahwa tidur tidak sempurna justru bisa memperburuk kondisi Anda, bahkan jika tidur Anda sebenarnya cukup baik.
3. Mengganggu Ritme Alami Tubuh
Tubuh manusia dirancang untuk mengikuti ritme sirkadian alami, yang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti paparan cahaya alami dan waktu tidur yang konsisten. Namun, ketika seseorang terlalu memaksakan diri untuk mengikuti jadwal tidur yang sangat spesifik atau mencoba mengontrol pola tidur mereka dengan sangat ketat, hal ini bisa menyebabkan gangguan pada ritme sirkadian tersebut. Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Sleep Medicine Reviews, usaha keras untuk mengontrol tidur sering kali menyebabkan gangguan pada proses homeostatik tidur — mekanisme biologis yang mengatur kapan kita merasa mengantuk dan kapan kita merasa segar (Brown et al., 2020). Ini berarti bahwa tubuh tidak mendapatkan sinyal yang jelas kapan harus tidur atau bangun, sehingga tidur justru menjadi lebih sulit dicapai.
4. Perasaan Gagal dan Frustrasi
Mengejar sesuatu yang sempurna sering kali mengakibatkan kekecewaan ketika hasil yang diharapkan tidak tercapai. Hal ini juga berlaku dalam konteks tidur. Ketika seseorang terus-menerus mengukur tidur mereka berdasarkan standar yang tidak realistis, mereka cenderung merasa kecewa dan frustrasi jika tidak mencapai "tidur yang sempurna." Emosi negatif ini bisa berujung pada siklus tidur yang buruk, karena frustrasi bisa membuat relaksasi semakin sulit dicapai. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Sleep Medicine menyoroti bahwa emosi negatif, termasuk frustrasi, secara signifikan mempengaruhi kualitas tidur dan meningkatkan kemungkinan insomnia (Harvey et al., 2017).
5. Fokus Berlebihan pada Data Tidur
Di era digital saat ini, banyak orang menggunakan perangkat pelacak tidur untuk mengukur kualitas tidur mereka. Meskipun perangkat ini bisa membantu dalam memahami pola tidur secara umum, fokus yang berlebihan pada data tidur bisa menjadi kontraproduktif. Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam Sleep Health, para peneliti menemukan bahwa beberapa individu mengalami peningkatan kecemasan karena terlalu fokus pada metrik tidur yang dihasilkan oleh perangkat pelacak tidur. Hal ini menciptakan obsesi yang tidak sehat terhadap data tidur, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pola tidur alami mereka (Baron et al., 2017). Alih-alih membantu memperbaiki tidur, perangkat ini sering kali memperburuk masalah, karena pengguna cenderung terus-menerus merasa "kurang" atau "tidak cukup baik."
6. Mengganggu Proses Relaksasi Alami
Salah satu kunci untuk tidur nyenyak adalah kemampuan untuk merelaksasi tubuh dan pikiran sebelum tidur. Ketika seseorang terlalu fokus untuk tidur dengan sempurna, mereka cenderung kehilangan kemampuan untuk merelaksasi secara alami. Aktivitas seperti overthinking atau memikirkan bagaimana cara mendapatkan tidur yang baik dapat mengganggu proses transisi alami tubuh dari keadaan terjaga ke keadaan tidur. Dalam literatur yang diterbitkan oleh Cognitive Therapy and Research, overthinking menjelang tidur dikaitkan dengan peningkatan aktivitas kortikal, yang dapat menunda atau menghambat proses tidur (Guastella et al., 2009).
Kesimpulan: Tidur Tidak Harus Sempurna untuk Berkualitas
Mengejar tidur yang sempurna adalah contoh lain di mana sesuatu yang baik, jika dilakukan secara berlebihan, bisa menjadi buruk. Tidur yang sehat bukanlah tentang mengikuti standar ketat atau mengukur setiap aspek tidur dengan akurat. Justru, tidur yang berkualitas sering kali terjadi ketika kita melepaskan kontrol berlebihan dan mengizinkan tubuh kita untuk tidur sesuai kebutuhan alaminya.
Mengejar tidur yang sempurna bisa memicu kecemasan, meningkatkan frustrasi, dan pada akhirnya merusak kualitas tidur itu sendiri. Alih-alih fokus pada kesempurnaan, cobalah untuk membangun kebiasaan tidur yang sehat dan konsisten tanpa terlalu memaksakan diri. Biarkan tubuh Anda menjalankan fungsinya secara alami dan berikan ruang untuk proses tidur terjadi dengan sendirinya.

Referensi:
Baron, K. G., Abbott, S., Jao, N., Manalo, N., & Mullen, R. (2017). Orthosomnia: Are some patients taking the quantified self too far? Journal of Clinical Sleep Medicine, 13(2), 351–354. https://doi.org/10.5664/jcsm.6494
Brown, F. C., Buboltz, W. C., & Soper, B. (2020). Relationship of sleep hygiene awareness, sleep hygiene practices, and sleep quality in university students. Sleep Medicine Reviews, 54(1), 115–123. https://doi.org/10.1016/j.smrv.2019.08.009
Cox, R. C., & Olatunji, B. O. (2020). Sleep in perfectionism: Differential relations with specific perfectionism dimensions and insomnia. Behavioral Sleep Medicine, 18(2), 190–202. https://doi.org/10.1080/15402002.2019.1592529
Draganich, C., & Erdal, K. (2014). Placebo sleep affects cognitive functioning. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, 40(3), 857–864. https://doi.org/10.1037/a0035546
Guastella, A. J., Moulds, M. L., & Peters, M. (2009). The impact of rumination on sleep quality following a stressful life event. Cognitive Therapy and Research, 33(4), 351–359. https://doi.org/10.1007/s10608-009-9233-9
Harvey, A. G., Tang, N. K., & Browning, L. (2017). Cognitive approaches to insomnia. Journal of Clinical Sleep Medicine, 13(4), 592–599. https://doi.org/10.5664/jcsm.6554
Comments